Minggu, 05 Februari 2012

MONEY LAUNDERING SEBAGAI SALAH KEJAHATAN TRANSNASIONAL



 A.    PENDAHULUAN
    Kemajuan peradaban manusia di bidang teknologi membawa pengaruh terhadap perkembangan di berbagai sektor baikdi bidang politik, ekonomi, social budaya, salah satu yang turut berkembang secara pesat adalah masalah kejahatan. Kemajuan dibidang teknologi tersebut membawa perubahan perilaku dari yang bersifat tradisional ke arah perilaku yang modern. Dampak kemajuan di bidang teknologi di satu sisi dapat meningkatkan taraf hidup manusia dengan dapat memberikan berbagai kemudahan yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain dengan kemajuan teknologi tersebut dapat memunculkan beeerbagai dampak negative dalam kehidupan manusia. Suatu kejahatan tidak lagi bersifat lokal namun mengarah kepada locus delicty maupun modus opeerandi suatu kejahatan sudah mengglobal (transnational crime).
       Perkembangan kejahatan tesebut tidak dikuti oleh suatu perangkat hukum yang memadai yang dapat mencegah dan membrantas kriminalitas itu sendiri sehingga terkesan masih jauh tertinggal. Kejahatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun korporasi dengan mudah terjadi dan menghasilkan kekayaan yang sangat besar dan kejahatan itu tidak lagi dilakukansecara lokal namun sudah melintasi batas wilayah suatu negara sehingga menimbulkan kerugian Negara yang tidak sedikit (white collar crime) dan biasanya sulit untuk dilacak kembali. Hasil dari kejahatan ini oleh para pelakunya disamarkan sehingga terkesan uang tersebut bukan merupakan hasil dari suatu kejahatan dengan kata lain uang tersebut dicuci dengan alat pencucian uang yang dapat mengubah benda kotor (yang haram) menjadi benda bersih (halal) atau money laundering.
        Di Indonesia tindak pidana pencucian uang relative masih baru dan nampaknya kriminalisasi pencucian uang masih bernuansa polotik. Meskipun sejak tahun 2002 telah diundangkan Undang-Undang No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 25 tahun 2003 dengan Lembaran Negara Republik Indonesia No.108 tahun 2003, namun perdagangan kayu liar (illegal loging ) dan peerdaran gelap psikotropika dan narkotika yang bersakala internasional masih tinggi termasuk pembobolan sejumlah bank acap kali terjadi.
          Aliran dana yang begitu besar dari kejahatan tersebut namun tidak satupun dari para pelaku kejahatan ini yang terjerat hukum. Pada tahu 2004 terdapat lebih dari 7000 kasus transaksi keuangan yang mencurigakan namun hanya 5% yang dapat diproses oleh Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) tetapi hanya 1 kasus yang sampai kejaksaan dan itupun tidak jelas kelanjutannya.


B.    Sejarah dan Perkembangan Tindak Pidana Pencucian Uang
Money Laundering  atau pencucian uang pertama kali ditenggarai muncul di Amerika Serikat sejak tahun 1830. Pada waktu itu banyak orang yang membeli perusahaan dengan uang hasil kejahatan seperti hasil perudian, penjualan narkotika, minuman keras dan wanita (prostitusi) secara illegal. Pada saat itu kejahatan ini dilakukan oleh suatu organisasi kejahatan besar atau mafia dengan membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) yang kemudian digunakan oleh organisasi tersebut sebagai pencucian uang yang dihasilkan daari tindak kejahatan yang dilakukannya. Pada  tahun 1900-an adalah ALPHONSO CAPONE alias AL CAPONE yang membangun usaha dari hasil kejahatan dimana-mana di wilayah Amerika Serikat. Mayer Lansky memutihkan uang kotor milik Al Capone  dengan mengembangkan pusat perjudian, pelacuran serta bisnishiburan malam di Las Vegas (Nevada). Lalu dikembangkan lagi offshore banking di Havana (Cuba) dan Bahama. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok ini menjadikan Mayer Lansky dijuluki sebagai bapak Money Laundering Modern.

Setelah memasuki tahun 1980-an kegiatan ini semakin menjadi-jadi dengan makin maraknya penjualan obat bius bertolak daari sini dikenal istilah narco dollar  atau drug money yang merupakan uang hasil penjualan narkotika. Perkembangan selanjutnya uang uang panas itu disimpan dalam lembaga keuangan seperti bank maupun lembaga keuangan lainnya. Penyimpanan uang panas ini dddengan tujuan agar uang hasil kejahatan tersebut menjadi legal. Oleh karena itu dunia internasional sepakat melarang kejahatan yang berhubungan dengan narkotika dan pencucian uang. Kesepakatan itu dituangkan ke dalam sebuah konvensi The United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drug and Psycotropic Subtances of 1988, yang biassa disebut dengan The Vienna Convention, disebut juga UN Drug Convention 1988 yang mewajibkan para anggotanya untuk menyatakan pidana terhadap pelaku tindakan tertentu yang berhubungan dengan narkotika dan money laundering.

C.    Pengertian Pencucian Uang ( Money Laundering )
Belum ada definisi yang universal tentang pencucian uang atau money laundering. Masing-masing Negara dan lembaga mempunyai definisi yang berbeda-beda. Financial Action Task Force On Money Laundering yang dibentuk G-7  Summit di Paris tahun 1982, sebgaimana dikutip oleh Sutan Remi Sjahdeni, memberikan uraian tentang Money Laundering sebagai berikut, “The Goal of a large number of criminal acts is to generate a profit for individual or group that carries out the act. Money laundering is the processing of the criminal proceeds to disgiusetheir illegal originThis pocess is of critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeoparding their course. Illegal arms sales, smuggling and activities of organized crime, including for example drug trafficking and prostitution rings, can generate huge sums. Emblezzlement, insider trading,bribery and computer froud scheme can  also produce large profits and create the incentive to “legitimse” the ill-gotten gains through money laundering. When a criminal activity generates subtantials profits, the individual or group involved must find a way to control the funds without attracting attention to the underlying activity or the person involved. Criminals do this by disguising the source, changing the form, or moving the funds to place where they are less likely to attract attention”.
Sedangkan menurut Pasal 2 Undang-Undang No.15 tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang  No. 23 tahun 2003 tentang Tindaak Pidana Pencucian Uang, pencucian uang dinyatakan sebagai bentuk tindak pidana yang berpotensi menghasilakan uang yang cukup besar dan hasil  disamarkan, sehingga menyulitkan pelacakan. Bentuk tindak pidana yang dimaksud adalah seperti, korupsi, penyuapan, penyelundupan (barang, tenaga kerja, imigran), bidaang perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan (manusia, senjata gelap), penculikan, teerorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan, serta kejahatan-kejahatan lainnya yang diancam pidana 4 (empat) tahun atau lebih. Harta kekayaan yang secara langsung atau tidak langsung untk kegiatan terorisme dipersamakan dengan tindak pidana pencucian uang kejahatan terorisme.
Sementara itu pencucian uang diartikan sebagai perbuatan menempaykan, mentranfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan  atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah merupakan harat kekayaan yang sah.
Tahap-tahap pencucian uang terdiri atas,
  1. Penempatan (placement), yakni upaya menempatkan uang tunai yang beerasal dari tindak pidana ke dalam system keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali le system keuangan terutama system perbankan.
  2. Transfer (layering), yakni upaya mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada Penyedia Jasa Keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke Penyedia Jasa Keuangan lain. Dengan dilakukan layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul kekayaan tersebut.
  3. Menggunakan harta kekayaan (integration), yakni menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam system keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pencucian uang pada prinsipnya adalah usaha atau upaya untuk menyamarkan atau mengaburkan uang hasil dari hasil kejahatan agar sulit dilacak oleh penegak hukum.

D.    Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang digolongkan ke dalam suau tindak pidana karena untuk mencegah dan membrantas praktek penyamaran uang hasil kejahatan. Sehingga pencucian uang menjadi factor kriminogen untuk dapat memidanakan seseorang yang melakukan pencucian uang.
Pencucian uang merupakan suatu tindak pidana yang berdiri sendiri dan terpisah dengan tindak pidana yang lain. Apabila ada tindak pidana lain yang ditemukan maka dapat dijatuhkan hukuman tersendiri. Sepintas memang tindak pidana pencucian uang tidak merugikan masyarakat namun secara global dapat mempengaruhi stanilitas perekonomian suatu negara. Pencucian uang ini dapat semakin berbahaya manakala kejahatan ini diorganisir oleh suatu sindikat atau kelompok kejahatan besar sepeeerti halnya  mafia, dan ditunjanga oleh makin peaasatnya perkembangan teknologi yang sangat canggih.
Beberapa dampak dari kerugian pencucian uang bagi masyarakat seperti:
  1. Merongrong sektor swasta yang sah  (undermining the legitimate private sector).
  2. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (undermining the integrity of Financial Market).
  3. Mengakibatkan kehilangan kendali pemerintahtrehadap kebijakan ekonominya (loss of control of economic policy).
4.      Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (economic distortion and instability).
5.      Mengurangi pendapatan Negara dari sumbeer pembayaran pajak (loss of revenue).
  1. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan Negara yang dilakukan oleh pemerintah (risk to privatization efforts).
  2. Mengakibatkan rusaknya reputasi Negara (reputation risk).
  3. Menimbulkan biaya yang tinggi (social cost).
Mengingat begitu besarnya dampak kerugian yang disebabkan oleh pencucian uang ini, maka oleh Undang-Undang No.15 tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan UU No.25 tahun 2003 dalam Pasal 5, 6 dan 8 telah diklasifikasikan perbuatan-perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, yaitu :
  1. Setiap orang (pribadi atau korporasi) yang menempatkan atas nama sendiri atau orang lain, mentransfer harta kekayaan pada lembaga keuangan, membayar atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan harta kekayaan kepada orang lain, membawa ke luar negeri menukarkan dengan mata uang lain atau surat berharga harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil kejahatan (pelaku aktif). Atas kejahatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp 15 milyar.
  2. Setiap orang (pribadi atau korporasi) yang menguasai penempatan pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil kejahatan (pelaku pasif). Atas kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp 15 milyar.
  3. Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya transaksi yang mencurogakan dan transaksi secara tunai dalam satu kali transaksi atau dalam satu hari kerja yang bernilai Rp 500 juta atau lebih kepada PPATK. Atas perbuatan tersebut diancam dengan pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 1 milyar.

E.    Indikator Transaksi Yang Mencurigakan
Transaksi keuangan yang mencurigakan menurut UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 25 tahun 2003 Pasal 1 butir adalah
  1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan.
  2. Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
  3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga dari hasil tindak pidana.
Suatu criteria indicator yang dinyatakan oleh Asian Development Bank tahun 2003 tentang transaksi yang mencurigakan adalah
  1. Transaksi yang tidak memiliki kepentingan ekonomi yang masuk akal dan tidak memiliki tujuan ekonomi dan bisnis yang jelas.
  2. Transaksi yang melibatkan jumlah besar uang tunai dan atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran.
  3. Transaksi yang melibatkan rekening bank.
  4. Transaksi yang melibatkan transfer dana ke luar negeri
  5. Transaksi yang berkaitan dengan investasi.
  6. Transaksi yang melibatkan pihak yang tidak teridentifikasi.
  7. Transaksi lain-lain.

F.     Indikator Perilaku  Nasabah Yang Mencurigakan
a.       Transaksi yang dilakukan oleh nasabah dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan oleh Bank atau PJK.
b.      Perilaku nasabah yang tidak wajar pada saat melakukan transaksi (gugup, tergesa-gesa, kurang percaya diri, dll).
c.       Nasabah atau calon nasabah memberikan informasi yang tidak benar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan identitas, sumbeeeer penghasilan atau usahanya.
d.      Nasabah atau calon nasabah menggunakan dokumen identitas yang diragukan kebenarannya atau diduga palsu seperti tanda tangan yang berbeda tau foto yang tidak sama.
e.       Nasabah atau calon nasabah enggan atau menolak untuk membeerikan informasi dan dokumen yang diminta oleh petugas PJK tanpa alasan yang jelas.
f.       Nasabah atau kuasanya mencoba untuk mempengaruhi petugas PJK untuk tidak melaporkan sebagai transaksi keuangan mencurigakan dengan berbagai  cara.
g.      Nasabah membuka rekening hanya untuk jangka pendek  saja.
h.      Nasabah tidak bersedia memberikan informasi yang benar atau segera memutuskan hubungan usaha dan menutup rekening pada saat petugas PJK meminta informasi atau transakasi yang dilakukannya.







1 komentar:

UNDERGROUND Paper mengatakan...

Artikelnya Baguss....
Metode dan cara money laundry saat ini sangat variatif dan semakin canggih, seringkali justru mengaburkan aktivitas money laundry itu sendiri. sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai aktivitas ini.
Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai money laundry di Indonesia.
Klik --> Makalah Money Laundry di Indonesia

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...